Kita semua tau 28 Oktober adalah Hari Sumpah Pemuda. Tapi mungkin
hanya segelintir anak muda yang memahami maknanya. Yaelah boro-boro
memahami maknanya, kadang inget juga engga.
Hari sumpah pemuda ya 28 Oktober. Hari sumpah pemuda ya upacara.
Yaudah. Titik. Peduli juga engga. Ya kaan? Kalo saya sih inget, peduli
juga. Saya kan seorang pengamat dan pemikir. Saking kebanyakan mikir
sampai-sampai engga bertindak apa-apa. Yeaaah...
Setidaknya dengan menjadi pelajar atau mahasiswa "baik-baik" juga
udah cukup kali yah? Itu standarnya. Kalau kita punya prestasi atau
karya itu nilai tambah tersendiri. Nah, nilai minus itu kalau kita
tawuran, bolos, make narkoba dan sebagainya yang negatif-negatiflah
pokoknya. *alibi*
Untuk membahas soal tawuran, narkoba dan berbagai kenakalan remaja lainnya, rasanya terlalu berat, dan sangat subyektif. Kalau saya pikir-pikir lagi menjadi pelajar/mahasiswa "baik-baik" nampaknya belum memenuhi standar "pemuda-pemudi Indonesia". Di dalam teks sumpah pemuda ada pernyataan:
"Kami putra dan putri Indonesia menjunju satu, bahasa Indonesia"
Mari kita amati, bagaimana muda-mudi Indonesia (kita) masa kini berbicara sehari-hari?
Tatanan bahasa kita sudah sangat kacau. Baik lisan maupun
tulisan. Fenomena "alay" adalah salah satu yang memiliki andil atas
rusaknya bahasa Indonesia, khususnya bahasa tulisan. Televisi sebagai
media elektronik juga turut bertanggung jawab dalam dinamika tren bahasa
kita. Karena televisi menyajikan sinetron-sinetron remaja dan
iklan-iklan yang membawa pengaruh luar biasa terhadap cara pemuda pemudi
Indonesia berbahasa.
"trus gue harus bilang WOW gitu?", "iyeuwh", "ciyus? Miapah?".
"gilaaa pecah banget men!" (keren banget maksudnya).
"anjriiiiit ganteng badai" (tampan sekali maksudnya)
Itu sedikit contoh tren bahasa kita yang tengah berlangsung saat
ini. Belum lagi bahasa gado-gado yaitu Bahasa indonesia yang disisipkan
beberapa kosakata dari bahasa daerah atau bahasa asing, umumnya Bahasa
Inggris.
Seseorang yang menyisipkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah mungkin karena bahasa daerah itu adalah bahasa ibunya.
Sedangkan alasan orang-orang menyisipkan bahasa asing mungkin
agar terkesan moderen, berintelek, dan elegan atau apalah. Atau tidak
menemukan kata asli Bahasa Indonesia sehingga akhirnya digunakanlah
kosakata asing. Entah karena memang jumlah kosakata dalam Bahasa
Indonesia tidak sekaya Bahasa Inggris, atau bisa jadi sudah mulai lupa
dengan kosakata asli dalam Bahasa Indonesia.
Bahasa adalah sesuatu yang dinamis. Hal yang lumrah jika bahasa
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Di dalam Bahasa Indonesia
terdapat EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) yang merupakan standar
penggunaan bahasa Indonesia pun mengalami penyempurnaan pula dari waktu
ke waktu.
Di sisi lain, bahasa sehari-hari yang kita gunakan umumnya bahasa
tidak baku. Bukan berarti harus menggunakan bahasa baku dalam
keseharian kita, toh agak aneh bukan? Itu akan seperti bahasa di
telenovela-telenovela :D Tetap menggunakan bahasa tidak baku pada percakapan sehari-hari namun tidak merusak strukturnya.
Paling tidak Bahasa Indonesia kita jangan sampai terlupakan.
Menggunakan bahasa baku pada kesempatan-kesempatan formal. Karena Bahasa
Indonesia adalah pusaka bangsa, yang harus dijaga dan dilestarikan.
Sebab dengan gempuran bahasa asing dan bahasa gaul yang luar biasa ini
tidak menutup kemungkinan Bahasa Indonesia yang baik dan benar akan
punah.