Lihatlah gedung-gedung pencakar langit
yang berdiri angkuh setelah berhasil menyingkirkan perkampungan warga, sawah,
perkebunan, hutan bahkan lapangan tempat para bocah bersenang-senang, melenyapkan
kearifan lokal dulu kala.
Ketika hujan datang banyak yang
menghujat, memaki, dan menudingnya sebagai penyebab banjir dan macetnya jalanan
ibukota. Bukankah hujan adalah anugrah dan kesempatan yang diberikan Tuhan
untuk bersyukur dan bermunajat? Kita lupa.
Rawa-rawa yang berfungsi sebagai
daerah resapan air disulap menjadi kawasan padat penduduk dan ketika hujan
datang, banjir pun menyusul. Apakah itu salah Tuhan?
Perbukitan di dataran tinggi ditumbuhi
pohon-pohon besar yang akarnya bertugas menyerap air hujan, disulap menjadi
vila dan resort mewah. Air hujan yang menyirami bukit merasa tak berguna,
kemanakah ia harus mengalir? Sesuai hukum alam tentu; mengalir ke tempat yang
lebih rendah. Yaa tentu ke kota. Salah Tuhan juga kah? Manusia yang maha bodoh memang hanya bisa menyalahkan
Tuhan.
Banyak masalah yang besar,
pelan-pelan merenggut kehidupan kita namun tak akan terlihat jika kau hanya fokus
pada ego. Kita seperti kumpulan katak dalam kuali besar yang direbus. Temperatur
air yang naik perlahan membuat kita nyaman, semakin hangat semakin menikmati,
lalu mati. Yaa peradaban kita akan musnah pada waktunya.
Dinamika kehidupan tak bisa
dihentikan, atau dikembalikan ke tempo dulu, kita akan tetap melaju bersama
waktu menuju hancur. Mari nikmati bumi ini sambil menjaganya untuk mengulur
waktu tibanya kehancuran peradaban kita. Lihatlah matahari sedang pulang menuju
kayangan dengan perlahan nan anggun, menghasilkan jejak warna yang memesona. Lembayung
senja di kota ini ternyata indah. Kau jarang mendapatinya kan?
Ketika kau bosan, lelah dan penat
dengan masalah duniawimu, pergilah ke tempat yang tinggi di kotamu. Tidak,
bukan untuk terjun bebas mengakhiri hidup. Berdiri di tempat tinggi mengingatkanmu
cara menikmati hidup. Ahh kota ini masih memiliki celah-celah keindahan yang
tak disadari oleh sebagian besar orang yang sibuk dengan kesemrawutan urusan
duniawinya. Dari atas sini kau akan merasa begitu kecil bagai setitik debu, pun
semua masalahmu. Bersyukurlah, lalu berjanjilah akan menjaga dan merawat bumi
kita.