Kasta terendah pengguna jalan di kota-kota besar negeri
ini nampaknya memang kaum pejalan kaki. Eksistensi kelompok ini di jalanan kurang
dihargai oleh pemerintah setempat dan para pengguna jalan lainnya, seperti
pengendara mobil dan pengendara motor. Rasanya tak berlebihan bila mengatakan
pejalan kaki adalah kelompok yang paling teraniaya. Beragam penderitaan harus
diterima oleh mereka yang memilih berjalan kaki dalam aktivitasnya sehari-hari.
Mulai dari buruknya fasilitas hingga perlakuan arogan dari kelompok pengendara
mobil dan motor.
Banyak trotoar yang tidak layak dan tak pula
kunjung diperbaiki. Bahkan di beberapa tempat, trotoarnya terpaksa dilenyapkan
demi pelebaran jalan guna mengurangi tingkat kemacetan. Tindakan ini sekaligus memperbesar
peluang pejalan kaki tertabrak kendaraan bermotor dan tercebur ke dalam got. Dalam
masalah ini, sulit untuk tidak menuding pemerintah pilih kasih. Selain itu, hak
pejalan kaki kerap dirampas oleh para pengendara mobil dan motor yang rakus; diklaksoni
dan diteriaki ketika sedang melintasi zebra
cross dan juga saat berjalan di atas trotoar, padahal kedua fasilitas itu sudah
jelas diperuntukan bagi pejalan kaki.
Di musim hujan, penderitaan pejalan kaki bertambah.
Ketika sedang berjalan di pinggiran jalan atau trotoar, tiba-tiba melintas di
sampingnya pengendara mobil atau motor dan menghasilkan percikan air genangan dengan
volume dan tinggi yang bervariasi tergantung kecepatan kendaraan yang melintas
dan volume air genangan di sekitar. Jika kendaraan berkecepatan tinggi dan
volume genangan air di jalan itu besar, maka percikan air yang dihasilkan akan tinggi
dan terasa seperti siraman. Bagaimanapun besar atau kecilnya percikan air tetap
saja menjengkelkan. Spontan umpatan kasar atau bahkan kalimat kutukan terlontar
dari mulut para pejalan kaki yang menjadi korbannya. Sebenarnya, ketinggian percikan
air genangan itu dapat kendalikan. Sebagai pengemudi, saat mendapati kondisi
jalanan yang becek ataupun terdapat genangan dan ada pejalan kaki di pinggirnya,
semestinya ia menurunkan kecepatan kendaraannya, sehingga resiko memerciki para
pejalan kaki dapat meminimalisir. Sayangnya pengendara mobil dan motor yang
demikian langka adanya, kebanyakan mereka egois, enggan berpikir dan nihil
empati.