Menyoal tweet Pak Iwan beberapa minggu lalu...
Ditambah tweet Ade...
Entah bagaimana mereka (yang kebetulan laki-laki) bisa melayangkan pernyataan demikian, karena dialog dilakukan via mention twitter pada waktu sehabis Subuh pada Bulan Ramadhan dimana saya mulai mengantuk, sehingga tidak melanjutkan percakapan lebih jauh dan mengkajinya lebih dalam landasan dari pernyataan tersebut. Mungkin dari pengamatan beliau pribadi atau memang berasal dari tinjauan ilmu psikologi atau mungkin agama.
Dalam tulisan ini saya hanya ingin sedikit berpendapat mengenai tweet di atas. Saya kurang sepakat dengan pernyataan tersebut. Sebagai wanita rasanya wajar terbesit rasa "diremehkan" hmm bahkan bisa dibilang tersinggung jika pemikiran wanita diklaim tidak visioner.
Perlu diingat bahwa negeri kita mempunyai tokoh wanita visioner, yaitu Raden Adjeng Kartini. Beliau memiliki tujuan hidup jelas, yaitu mencerdaskan kaumnya. Setiap
langkah dan keputusan yang diambil adalah bagian dari misinya. Bahkan,
sebuah keputusan besar dalam pernikahannya dengan seorang laki-laki
beristri tiga adalah bagian langkah besar untuk mencapai cita-citanya.
Tak
mudah bagi wanita manapun untuk menikah dengan seorang laki-laki
yang telah memiliki 3 orang istri. Namun, meski Kartini adalah istri
keempat atau juru kunci. Tapi, justru beliaulah yang memiliki kedudukan
sebagai garwo pati (dibaca;istri sah) dari Bupati Rembang, sedangkan tiga wanita lainnya hanyalah selir. Kartini
memandang pernikahan bukan sebagai tempat memadu kasih semata, apalagi
menganggapnya sebagai suatu hal yang hanya akan menambah pekerjaannya.
Tapi, Kartini menjadikan pernikahan sebagai sebuah kekuatan besar untuk
menggapai cita-citanya terhadap kaumnya dimasa yang akan datang karena calon suami yang seorang Bupati Rembang adalah sosok pria yang cakap dan moderat meski
saat itu Belanda masih memiliki otoritas yang kuat. Dengan otoritas tersebut tentu Beliau dapat berkesempatan mendirikan sekolah perempuan demi mewujudkan visinya.
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, BUKAN SEKALI-SEKALI KARENA KAMI MENGINGINKAN ANAK-ANAK PEREMPUAN ITU MENJADI SAINGAN LAKI-LAKI DALAM PERJUANGAN HIDUPNYA. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902]
Cita-cita Kartini yang menginginkan terwujudnya emansipasi bukan berarti mengajarkan kaum wanita menggantikan peran kepemimpinan kaum pria ataupun meninggalkan kodratnya. Dari kutipan surat Beliau kepada Prof. Anton dan istrinya, menunjukkan bahwa wanita haruslah berpendidikan, harus cerdas agar dapat menjadi ibu dan istri yang baik sebagai kewajibannya.
Jadi menurut saya, pesan yang ingin disampaikan beliau adalah wanita harus visioner, berpendidikan, berkontribusi kepada bangsa tanpa meninggalkan kodratnya sebagai seorang istri dan ibu.
Saya pun yakin, masih banyak wanita-wanita visioner lainnya yang tidak melupakan kodratnya sebagai mana mestinya.
*Referensi dari berbagai sumber