Sepasang suami istri yang sudah senja duduk di atas
trotoar yang tak terlalu jauh dari gerbang keluar terminal bus, di bawah langit
Bekasi yang sinar mataharinya sedang terik. Menengadahkan mangkok, berharap
orang-orang yang lalu lalang di hadapannya akan mengisi mangkoknya dengan
rupiah. Sang suami mengenakan peci dan koko usang, nampaknya Ia buta, karena pandangan
matanya selalu lurus ke depan namun tak bertitik fokus dan beberapa kali sang istri
membimbing tangan tuanya menengadahkan mangkok ke arah yang benar.
Pemandangan yang menyedihkan juga romantis :’)
Sebelum PT.KAI melaksanakan sterilisasi stasiun, di
stasiun Bekasi terdapat beberapa pengemis. Seperti halnya di terminal, pengemis
di stasiun pun sudah berusia lanjut. Kita bisa menjumpainya di titik-titik
strategis, yaitu; pintu masuk/keluar utara dan selatan. Wajah tua mereka
memelas, berkata-kata lemah dan parau bahkan hampir tidak terdengar tapi
intinya tentu meminta disantuni sembari menyodorkan sebuah wadah sejenis
mangkok, seakan menghadang siapa saja yang akan keluar ataupun masuk stasiun.
Adapula seorang pria tua pengantar air isi ulang
kemasan. “Engkong” kami memanggilnya. Setiap hari bersimbah peluh mengantar dan
memanggul galon-galon air pesanan warga komplek. Dengan fisik yang tak muda
lagi Ia tetap semangat menjalankan tugasnya. Tidak tega rasanya setiap melihatnya
masih bekerja sekeras ini; memanggul galon di pundaknya.
Sangat menyedihkan, menyaksikan mereka di usianya yang
semestinya di rumah, menikmati hari tua dengan bahagia dan mendekatkan diri
kepada Tuhan justru malah masih bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup; ada
yang di jalanan meminta belas kasih setiap orang yang lewat, ada juga yang
menjadi kuli. Yaah tak ada seorangpun bercita-cita hidup susah di hari tua,
bukan?